Sabtu, 14 April 2012
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - KELOMPOK SENIMAN ‘GELANGGANG SENIMAN MERDEKA’
Para seniman kelompok ‘Gelanggang Seniman Merdeka’ diantaranya Mochtar Apin, Baharuddin M.S., Henk Ngantung dan Asrul Sani sedang mendiskusikan lukisan Chairil Anwar. 1948, Jakarta. (Foto: Charles Breijer/Nederlands Fotomuseum)
SURAT KEPERTJAJAAN
GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA
Kami adalah ahli waris jang sah dari kebudajaan dunia dan kebudajaan ini kami teruskan dengan tjara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang-banjak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan tjampur-baur dari mana dunia-dunia baru jang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami jang sawo-matang, rambut kami jang hitam atau tulang pelipis kami jang mendjorok kedepan, tetapi lebih banjak oleh apa jang diutarakan oleh wudjud pernjataan hati dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk kebudajaan Indonesia. Kalau kami bitjara tentang kebudajaan Indonesia, kami tidak ingat kepada me-lap-lap hasil kebudajaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudajaan baru jang sehat. Kebudajaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara jang disebabkan suara-suara jang dilontarkan dari segala sudut dunia dan jang kemudian dilontarkan kembali dalam suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha jang mempersempit dan menghalangi tidak betulnja pemeriksaan ukuran-nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang jang harus dihantjurkan. Demikian kami berpendapat bahwa revolusi ditanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu aseli; jang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam tjara kami mentjari, membahas dan menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masjarakat) adalah penghargaan orang-orang jang mengetahui adanja saling-pengaruh antara masjarakat dan seniman.
Djakarta, 18 Februari 1950
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - JOHN LIE: SANG PENYELUNDUP SENJATA
Lahir pada 9 Maret 1911, John Lie Tjeng Tjoan merupakan anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Lie Kae Tae dan Oei Tseng Nie. Lie Kae Tae merupakan pemilik perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kae Tae) yang terkenal sebelum Perang Dunia II dan tutup sepeninggal Lie Kae Tae pada 1957. Kedelapan anaknya tak menuruni bakat dagangnya. John Lie sendiri sedari kecil lebih tertarik dunia maritim. (Baca selengkapnya: http://www.majalah-historia.com/berita-145-si-penyelundup-yang-humanis.html)
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - OPERASI PEMBERSIHAN’ OLEH TENTARA GURKHA INGGRIS TERHADAP PENYUSUPAN ‘TERORIS’ INDONESIA (09/1964)
Tentara Gurkha Inggris menggelandang keluar para infiltrator Indonesia dari perkebunan karet (09/1964). Foto: Larry Burrows |
Tentara Gurkha Inggris memeriksa mayat para ‘teroris’ Indonesia pada saat operasi pembersihan (09/1964). Foto: Larry Burrows
Tentara Gurkha mengintrograsi para ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
Tentara Gurkha Inggris membawa mayat ‘teroris’ Indonesia pada saat operasi pembersihan (09/1964). Foto: Larry Burrows
Tentara Gurkha Inggris menangkap ‘teroris’ Indonesia di Malaysia (09/1964). Foto: Larry Burrows.
Tentara Gurkha menangkap para ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
Gurkha Inggris dan mayat para ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
Tentara Gurkha mengintrograsi para ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
Gurkha Inggris membawa tawanan ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
Tentara Gurkha Inggris dipimpin Mayor Chris Thomson (Ki), membawa tawanan ‘teroris’ Indonesia (09/1964). Foto: Larry Burrows
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - SOEHARTO (DES. 1967)
Presiden Suharto duduk di rumah, merokok cerutu di samping macan yang diawetkan. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto membaca koran bersama keluarga di rumah. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto bermain golf di padang golf Jakarta. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto mengenakan pakaian jawa, berdiri di samping meja dan bola dunia yang ia suka pasang terbalik. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto dan keluarga menonton film barat di rumah. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto dan keluarga sedang makan malam di rumah. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto merokok cerutu di rumah. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto memimpin sidang kabinet di Istana Negara. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto bersama istri. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Presiden Suharto bersama istri. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Keluarga Duta Besar Indonesia untuk Belanda MayJen Taswin Natadiningrat bercakap-cakap dengan Presiden Suharto dalam acara resepsi istana. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Duta Besar AS Marshall Green bersama Presiden Suharto di kediaman Presiden. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
Duta Besar Malaysia Tan Sri Yaacob Abdul Latiff disambut Presiden Suharto di Istana Merdeka. (Desember 1967) Foto: Larry Burrows
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - LARRY BURROWS (1926-1971)
Larry Burrow seorang fotojurnalis asal Inggris, yang meliput Perang Vietnam dari 1962 hingga kematiannya pada 1971. Larry Burrows juga sempat meliput Jakarta pada 1967, salah satu koleksinya dari liputan ini adalah tentang Presiden Soeharto yang baru menjabat sebagai Presiden Indonesia menggantikan Presiden Sukarno. Larry Burrows tewas bersama rekan fotojurnalis lainnya Henri Huent, Kent Potter dan Keisaburo Shimamoto, ketika helikopter yang mereka tumpangi tertembak di Laos. Pada saat itu mereka sedang meliput Operasi Lam Son 719 sebuah invasi masif militer Vietnam Selatan ke Laos. (sumber: Wikipedia)
kenangan seleksi ulang rekonstruksi - foto foto terlarang dari hindia belanda
Pemerintah kolonial Belanda melarang beredarnya foto-foto ini, dikarenakan dapat memberi gambaran buruk atas perang kolonial Belanda di Indonesia. Foto-foto ini belum pernah ditampilkan oleh media Belanda sebelumnya. Pada 2010 tidak kurang dari 200 foto dari periode 1945-1949 diterbitkan kedalam sebuah buku.
Foto-foto ini hasil para fotografer yang disertakan dan bekerja untuk pemerintah kolonial. Penguasa kemudian menyeleksi foto-foto itu dan mengirim ke negeri Belanda untuk disiarkan di media.
(Sumber: Radio Netherlands Worldwide <http://www.rnw.nl/english/article/forbidden-photos-dutch-east-indies>)
Surabaya, Agustus 1946: Seorang marinir Belanda menangkap orang Indonesia. Foto: H. Wilmar, NIMH
Surabaya, Agustus 1946, Operasi Quantico. Seorang marinir Belanda sedang mengancam sekelompok orang Indonesia. Foto: H. Wilmar, NIMH
Surabaya, Jawa Timur, 22 Juni 1946. Para marinir Belanda pada perkampungan yang dibakar. Foto: H. Wilmar, NIMH
Langganan:
Postingan (Atom)